Mereka, sel-sel itu, berperilaku seperti binatang dalam tubuh manusianya. Kanibal bodoh yang hanya tahu bagaimana cara untuk terus hidup dan berkembang biak tanpa pernah berpikir bahwa suatu saat nanti sumber daya dan tempat tinggal mereka akan habis. Kalau dipikir-pikir, ia dan sel-sel dalam tubuhnya itu tidak jauh berbeda, iya kan? Ia dan bangsanya hanya tahu bagaimana cara untuk menghabiskan sumber daya alam dunianya, tanpa memperhitungkan bahwa apa yang ia lakukan ternyata membunuh dunianya.
Ah, cerita ini terlalu suram. Kalau dilanjutkan lebih jauh mungkin hanya akan menjadi cerita percintaan sinetron-sinetron jaman sekarang yang berujung pada kemoterapi dan akhirnya si penderita kanker mati. Mungkin sutradara jaman sekarang tidak pernah mengikuti perkembangan jaman. Bukankah seharusnya si penderita kanker pergi ke toko buku, membeli sebuah buku berjudul "Kanker? Siapa takut!", "Soursop, The Cancer Hunter", atau "Sel Kanker Tidak Sengaja Makan Sirsak, eh, Mati". Sewaktu membaca judul buku-buku itu, mata PK (Penderita Kanker bukan Penjahat Kelamin meskipun sebenarnya dia juga penjahat kelamin) itu berbinar-binar. Secepat kilat iya mengambil ketiga buku itu, kemudian mengembalikan dua yang paling mahal karena ternyata dia tidak membawa uang. Lalu, membawa buku itu melintasi rak-rak buku menuju kasir. Sesampainya di kasir, ia menggoda si penjaga kasir yang kebetulan seorang waria KW 1 dan menyesal setahun kemudian, kenapa dia harus menemukan buku itu dan sembuh? Ia akan lebih bahagia kalau tidak menemukan buku itu, dikemoterapi dan akhirnya meninggal dengan bahagia karena tidak jadi menikahi seorang waria KW 1 hingga memiliki dua belas orang anak laki-laki. Bagaimana dia bisa memiliki anak perempuan kalau kedua orang tuanya laki-laki? Menyedihkan sekali nasibnya, meskipun kalau dipikir-pikir nasib anak-anaknya lebih menyedihkan. Semoga doa-doa mereka terkabul dan semoga mereka tidak berdoa mereka tidak pernah dilahirkan.
Ok, jadi kembali ke post ini. Karena cerita tadi sangat menyedihkan jadi saya akan menulis cerita lainnya.
No comments:
Post a Comment