May 17, 2011

I'm not a novelist nor a writer

Kau tahu? Yang tersulit dari menulis adalah memulainya dengan setidaknya sesuatu yang biasa dan mengalirkannya ke sebuah akhir yang WAH! Masalah untuk melakukan itu perlu ide dan ide itu tak pernah muncul saat kau membutuhkannya, seperti semua barang di dunia ini. Begitulah mereka, para barang-barang, saat kau membutuhkannya, mereka ber-apparate entah kemana, namun saat kau tak membutuhkannya? Mereka ada dimana-mana seolah mengejek, mencela, dan meremehkanmu karena tidak dapat menemukannya dulu. Karena itulah menjadi penulis adalah suatu hal yang sulit, kau berurusan dengan sesuatu yang dapat ber-apparate. Jadi, mari kita mengheningkan cipta sejenak dan berikan tepuk tangan yang paling meriah setelahnya untuk setiap penulis yang terkenal maupun yang terpenjara di antah brantah dari idealisme dan ketakutannya akan kegagalan namun tetap menulis. They're awesome! Sebuah standing applause jika kau berkenan untuk berdiri dari kursimu yang nyaman dan memberikan mereka sebuah penghargaan yang tulus dan meski tidak berharga namun percayalah sangat bermakna. Kuharap kau tidak berdiri dan memberikannya untukku, karena seperti judul post ini, saya bukan seorang penulis novel, ataupun sekedar penulis kacangan, hanya seorang mungkin alchemist dan mudah-mudahan malaikat yang terperangkap dalam tubuh seorang manusia yang tak pantas mendapatkan heningan ciptamu maupun tepuk tanganmu. Pertama, karena saya belum mati dan tidak akan dalam waktu dekat, kedua karena saya tak pernah menulis. Post ini diketik, tolong catat itu, terima kasih.

May 7, 2011

Surat untuk Otak

"Kenapa sulit sekali menulis setidaknya satu paragraf yang tidak hanya baik dan benar secara penulisan tetapi juga bermakna?", pertanyaan itu muncul begitu saja setelah memeriksa kembali ratusan kata dan ribuan huruf bodoh dan tolol yang sudah ditulisnya. Semakin dibaca, ia merasa tulisan itu semakin tidak layak untuk dipublikasikan. Ia bingung, penasaran, dan sangat tidak mengerti. Menulis merupakan hal yang menarik, banyak yang tidak bisa terjadi di dunianya, bisa terjadi di tulisannya. Tapi, setiap kali dihadapkan pada kertas putih itu, penanya tidak bergerak, otaknya beku, dan idenya diam, tidak bersuara seakan melarangnya untuk menulis.

Apa sebenarnya yang terjadi? Bagaimana mungkin otaknya beku, jika ia duduk di ruangan 3x3 yang bersuhu 40 derajat celsius, suhu ruangan itu harusnya mengencerkan otaknya sehingga setiap ide yang bahkan berada di setiap kolong jembatan terdalam dari otaknya dapat menggalir keluar seperti air mancur di laut jawa. Mungkinkah keringat yang keluar justru memadatkat otakku? Ehm, mungkin aku harus lebih banyak minum dan berada di ruangan yang dingin, tapi bagaimana kalau ruangan yang dingin itu justru membekukan otakku? Ah, kenapa harus ada panas dan dingin? Kenapa otak harus encer saat menghasilkan dengungan-dengungan ide? Kenapa tulisannya ini jadi menggunakan kata ganti pertama? Sial! Semoga tidak ada yang sadar. Amin.

Ini Novel Bukan Cerpen

"Apa?"
"Haah?"
"Itu"
"Bukan urusanmu, pergi sana"
"Maaf, bisa diulangi sekali lagi?"
"PERGI SANA!!"
"Kau! Bocah sepertimu! Berani-beraninya mengusirku?!"
"Kenapa aku harus takut?"
"Karena ini"
DOR DOR DOR!

Berakhirlah percakapan kedua orang itu dan juga novel postingan ini.